YELLA...! NOT CINDERELLA: Setelah kau pergi...!

Kamis, 23 September 2010

Setelah kau pergi...!

Setelah kau pergi...

Rindu & cinta, terkubur dalam berkas singkat sbuah doa. Sayapku masih terkatup. Merenungi sebuah keputusan ganjil yg ku buat. Menatapi bias fatamorgana di atas air laut yg menghitam memantulkan sinar rembulan. Dan aku masih tetap terdiam.
Seperti apa kabarmu di negeri sana? Adakah kau sepertiku di sini? Ku rasa rapuh. Berkubang dalam gucah gucah air mata yg semat meluntak keluar dari amarah yg tak mampu terlampiaskan.

"God, i trust You, i belief You, the one can provide him more than i wish You to do for him. I love him..."

Janji dan asa masih ku sanjung di atas jiwa letihku hidup tanpamu. Aku tak mampu ucapkan, aku tak mampu ungkapkan!! Hanya ketakutan yg mampu temani aku saat ini. Memayungiku dalam panasnya hujaman peraturan bumi, aku hanya mampu bergumam di sela suara tangis yg teredam: "aku takut kehilanganmu..."

Hujan...! Datang kesekian kalinya menemaniku. Namun aku masih terdiam di sini. Merasakan lembut sapaan rintik yg membelaiku, seolah berkata "kau tak sendiri". Tapi nyatanya aku penghuni tunggal di bumi ini. Sesungguhnya aku tak sanggup...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Di sudut jalan seorang bocah terdiam. Tak menunggu apapun, dan tak di tinggalkan siapapun. Termenung menatapi hujan yang kian lama kian menggila tercurah dari langit gelap sbelum senja sharusnya tiba. Menunduk selaras bersama hujan petang membuai rasa rindu pada deskripsi kejayaan hidup yang kian mati. Berusaha bertahan untuk suatu kehidupan, mataku menangkap kesimpulan dongeng yg belum terucap.

Aku beranjak, melangkahkan kakiku dengan harap hatinya menerimaku bersahabat. Kutata hati, ku mulai berkata: "hai bocah, tak patutkah bila kau pulang dan selesaikan pekerjaan sekolahmu yg menumpuk sesak di dalam tas sekolahmu?" dan bibir merah, kering, dan sayu itu terucap kata: "tak pernah tau aku rasa sekolah, yg aku tau hanya mencari makan dan menjaga nafas ibu dan kakak ideot yang paling ku sayangi"...

Terhempas jiwaku. Hidup memang memaksa. Hidup memang keharusan. Kepiawaian tak jadi alasan, pun batas usia bukan batas naungan... Tuhan, kuatkan hati mereka...

Hambur aku seperti udara pagi saat aku tak ingin bernafas lagi. Sahabat! Hanya kata walau tanpa jalan penyelesaian. Trsurat dan tersirat makna hanya bisa ku raih dgn kejujuran, seperti majas ku ungkapkan dgn polah dan air mataku, dan kau adalah penerjemah yang baik saat aku tak mampu ungkapkan. Aku sakit, aku terluka hingga ku hanya getir merasa hidup, dan kau kembali hancurkan rasa asa yg tak patut masuk dalam optimisme ku.

Kita berbeda, karakter, kesukaan, keanggunan. Jauh! Tapi keyakinan adalah satu jalan kita mampu bergandengan erat berjalan mengikut alur hati. Seperti pedoman kita; jangan katakan dirimu adalah hamparan laut bila tak berombak, tak berbadai. Jalani dan ikuti badai hidup! Goncangan ombak dan laut yg menggelora, dan saat kita berada di tepian kenyataan, rengkuh pundakku dan katakanlah, kita adalah pemenang!!! Berjalanlah tegak saat langkahku mulai gontai, gantikan sejenak semangatku, junjung bersama api hidupmu hingga aku tersadar kembali dan ingin berdiri, berjalan, berlari, dan hingga aku melompat lagi bersamamu....

Rebah tawa tertaut dua lembar gambaran wajah, terhambur bersama malam saat rembulan mulai menjadi penguasa mimpi. Mentari menunduk hayalkan pelita senja terbias menurun bersama genggam tanggan terhempas berbeda arah. Seharusnya demikian karakter dua jiwa terbungkus dua raga, namun terhimpit dalam satu nasib suasana, dan satu jalan tujuan yaitu bahagia. Menghayal dalam luhurnya mimpi pagi bersama mentari menghayal pula berpijak di atas kebebasan mutlak dalam ketidak tahuan tentang sesungguhnya arti dunia. Dalam tawa kita, seakan semuanya adalah mungkin. Bukan hanya mungkin untuk bermimpi, tapi mungkin terjadi, dan pasti terjadi! Dua jiwa, dua rupa, dua karakter, tapi kami satu rupa di wajah dunia...!

Jangan cobai kami, jangan usik kami! 【ly＾la】