Jumat, 20 Agustus 2010

░дмдядн░

Termenung di ujung pagi saat kehangatan mentari enggan bersinar mengalah pada kelamnya langit hitam seolah ingin tercurah hujan badai hebat yang hanya menunggu waktu. Terpaku dan terdiam aku, pandanganku membusur pada kapal kapal barang jauh di bawah sana, mengambang di tengah laut sendiri, tegar dan membawa beribu peti peti harta! Ah, mungkin seperti itulah aku... Harapan lentera keluarga, walau aku harus terhempas terombang ambing d tengah badai namun aku harus sampai pada dermagaku.

Pernahkah kalian dengar bisik batu karang? Betapa Tangguh ia, namun aku yakin dia akan berkata andai ia bernyawa. Entahlah! Hanya para penyair alam yg mengerti bahasa bahasa ketegarannya!

Aku masih di sini, berharap yang tak pasti, pun dirimu di sana menunggu dan termanggu menghitung langkah dalam bergantinya putaran bumi. Menerka, dan mencari suatu arah untuk sebuah perbedaan. Ku rasa ini mustahil... Perbedaan yang seperti terhampar luas danau membiru yang tak mungkin ku datangi dan tak mungkin kau kemari mendayung sampan kecil mu menjemput hatiku... Cinta ini menakutkan, semakin ku merasa memilikimu, semakin kuat keadaan merebut dengan paksa kepergian cintamu dr hari hariku.

Sayang... Apakah masih mampu ku menunggu waktu? Apakah masih mampu kau tawarkan hatimu dari manis hidupmu. Kesabaranku bukan tak bertepi, keinginan kita sama namun keadaan kita berbeda.

Berpeluh peluh air mata merajut dinginnya hati, berlaksa hasrat menyulam bekunya hari... Hidupku bukan seribu tahun lagi, tp segalanya memiliki batas masa.

Dingin jiwamu dan jiwaku tak selamanya demikian. Bekunya hasrat kan menyublim di antara tinggi dan rendahny sebuah perbedaan.

Perbedaan! Apakah di dunia ini mencari persamaan untuk berjalan bersama dalam satu garis lintasan? Bukankah perbedaan yang menjadikan sebuah pecah pecah rongga hidup terlengkapi? Ataukah itu semua hanya syair syair mati para penulis novel cinta?... Aku tak butuh jawaban, aku butuh penyelesaian...!

Hari ini sulit. Kesabaranku diam di ujung hidupku, dan emosi berbaris di antara peluhku menyelesaikan hari. Ingin ku pecahkan kaca kaca kesombongan mreka, hingga gemerincing kehancurannya ku dengar sampai ke dentum jantungku. Biarkan ini anarki... Aku tak perduli! Ingin ku rengkuh bayangan bayangan ketakutan ini dan menyeretnya ke tepi pantai dan berteriak semauku, sepuasku! Hingga hati ini tak lagi sunyi...

Ach! Pantaskah aku berhenti mengeluh? Pantaskah aku tersenyum menggantikan amarahku?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar