Minggu, 12 Desember 2010

Nyanyian taman langit

Malam ini aku ingin bermimpi, terpejam pada kelopak mawar tanpa duri. Bersama kupu-kupu dan peri pelangi. Aku ingin bermimpi lagi, seperti malam sebelum hatiku mati.
Setitik embun pun tak ku temui apa lagi setitik sari sekar sejati. Mawar putihku pun tlah menunduk, mengenang panjang musim yg kian merunduk. Hatiku sunyi malam ini, berteman air mata dan bayangan kontras tentang sebuah logika. Mawar putih pujaan hati ternyata hanya imitasi, patah, dan tak lagi patut menguasai hati. Jika penghianatan adalah judul, seharusnya aku lupakan, bukan larut dalam kenangan. Air mata tak pernah sudah menemani jari jemariku yg menutup mulutku saat tangis dari pemberontakan hati menguasai akalku.

Torehan ini adalah hiasan jiwa yg sunyi, berakal setinggi pinang tuk lanjutkan sebuah janji. Aku sendiri, tetap sendiri, ku harap sampai waktu nanti.

Cinta ini hipnotis meski berlalu tragis, biarkan aku menangis, menjaga setia aku tetap optimis. Biarkan tubuhku rebah, di atas ranting ranting sampah, di atas kelopak kering bertangkai patah.

Baru kemarin sekar malam itu merona, kini taman langit tlah memusuhinya, di tengah sesal hanya mampu terdiam, tak terlihat saat berselimut kelam. Kuhabiskan malam ku dalam intonasi sama, dalam karsa yg kian jauh menjelma.

Bilakah musim semi kembali, terbangkan kupu-kupu tuk indahkan warna bening embun taman sejuta sekar di hati ini? Mawar yg sejati, bukan mawar imitasi lagi, dan lagi...!

Cinta, mampukah kau sadari...? Nyanyian dalam taman lagit yg sunyi ini menyiksaku dalam ruang pekat tanpa sekat. Aku takut mati dgn cara seperti ini, aku takut mati terbujuk emosiku sendiri....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar