Kamis, 29 Juli 2010

ˉ°ŧίŧίρ яίήđυ вυαŧ αyαħ°ˉ

Bersama Rembulan temaram, br selimut awan hitam ku terdiam mendengar cacahan melodi pengikut mozart saat ku buka jendela kamarku mlm ini. Entah siapa dia. Stiap pkul 11 mlm ia slalu memecah hening malam bersama isomonia yg tak pernah mampu putus hubungan dgn ku. Dan tak ada jalan lain akupun menikmati mlm mlm bersamanya. Enth apa yg dia harapkan d tgah mlm slalu menyanyikan lagu bgini. Pemikiran trbaikku adalah: karena dia adalah mahasiswa "music univesity" yg gigih brlatih dan cinta music mskpun tak ada wktu bginya di siang hari. Dan pemikiran terburukku adalah: ia sengaja bangunkan mata2 sebam yg tengah brmimpi bertamasya d taman brgantung babylon, atau tengah brcengkrama brsama ratu cleopatra tentang asal mula terciptanya 'lift' di dunia. Apapun alasan nya, aku tetap menikmati lagu dan permainan si pengikut Mozart yg seperti frederic chopin yg d sebut dgn second Mozart oleh org2 polish.
Mendengarnya membawaku terbang pada segenggam kerinduan. Mengenang sesuatu yg telah hilang. Teringat bgiku sebuah bait lagu lama, terlahir dari ilham Ebit G. Ade.
"TITIP RINDU BUAT AYAH" entah dari mana jaring2 saraf hayalku menautkan nada2 chord do, mi, sol ini.
Q mulai membuka lamunan, membuka album lama tanpa indek tentang masa. Aku mengenang seorang figur yg slalu membuat mulutku menganga saat ia membuka dongeng di akhir hri ku menjelang malam sbgai jeda hidup menuju pagi.
Ku ingt dia brcrita; Mulai dari dongeng danau toba, sangkuriang, kancil, timun emas, sampai cinderela, fairy tophia, tinker bell, petterpan hasil karya disney, aku dgar dgn bahasa nya sndri, hingga tak jarang akupun brmimpi menurut versiku sendri. Akh... Ayah...! Ku rindu mendgar d0ngeng2 mu mlm ini...
Bila aku adalah peri kecil dgn sepasang sayap akan ku cari dia di tiap sudut surga bila ku rindukan dia. Tapi aku adalah aku, yang brharap mampu menjadi LASKAR PELANGI, walau knyataan nya aku masih SANG PEMIMPI. Dan hanya lewat narasi ber alur hancur, ku ungkap sbuah kerinduan.

Dalam kenangan;
Figurnya bgitu lekat d hatiku, yg teramat mengashi ku, melindungi, dan slalu menyayangiku. Mugkin karna intimidasinya aku lbh nyaman membantunya menyikat besi anyir dgn sikat baja, merlumuri kompresor dgn minyak, dan menemaninya semalam malam mereparasi exapator, dr pda membantu ibuku memarut kelapa untk menu makan malam, atau membuat kue lapis rainbow yg menurut ku dlu itu pekerjaan membosankan. Hihi...
Aku terpaku, jauh ku melihat langit. Gelap tak ada 1 bintg pun mlm ini. Dan seperti itu lah tiap malam ku. Trlintas wajah ayah, saat ia sudah tak mampu brdiri lg, ia hanya menyerah pasrah pada kursi roda yg setia tanpa kata mendampingi. Pun tak ku lihat pts asa d wjahnya, ia tetap trsenyum, dan ia brusaha brtahan...!!
Quote singkat Indonesia memaparkan: "arti seorang akan terasa saat hadirnya tak mampu qta temui lg di alam sadar" ...benarlah! Dan itu benar2 aku rasakan. Mataku mulai brgerimang. Merasa sesuatu mulai menyelaput di bola mata. Trasa berat, dan perih d ulu hati. Butir air mata mengungkapkan kerinduan, mewakili kata hati yg tak sanggup trucap lagi, tak mampu trsampaikan padanya.
Sesaat mataku trpaku pda tumpukan buku2 pelajaran di hadapan q yg acuh, tak mengerti hatiku, namun membuka halaman kenangan tentang nya. Seolah apa yg ada padaku hr ini adalah benih dari padanya. Ayah, ingin rasanya ku ucap terimakash padamu, namun aku tak mampu lg!!...
...ia trduduk, memegang selembar krtas brtuliskan soal soal mata pelajaran kelas 4 SD. Berkata kata seperti Ki Hajar Dewantoro yg memaparkan sebuah teori. Dan sprt biasa; di samping kiri tepat di bwh lutut ki Hajar, trtunduk lesu seorang bocah, menjawb pertanyaan seadanya, karena di angan nya sudah terkontaminasi dgn acara TV brtajuk animasi. Seperti itulah ayah slalu mengajar. Menyertai stiap blajarku, dan ibu pun tak kalah aksi, menuliskan perkalian di kertas HVS warna yg menurutku adalah lebih mengerikan dr pd pengumuman org hilang. Benar2 seperti matahari dan bulan mrka terangi hdupku. Wlu Tak jarang akupun menangis saat aku merasa bosan blajar, tak erduli chaya cinta mreka menyinari. Itulah aku....
Ayah adalah gugusan planet terhebat yg pernah ku temui. Brsama jiwanya, ia mampu membentuk orbit yg bgitu luar biasa... Dan aku adalah episiklus yg kadang mencuat keluar dari lintasan mengikuti lintasan orbit ku sendri.
Dia benci melihatku menangis, merajuk dan mengeluh. Ia akan menjauh dr ku saat aku menangis, membentakku bila aku mulai merajuk, dan tak segan mengetuk kepalaku bila aku mengeluh. Dia akan memaksaku mendataangi org yg menyakitiku, dan aku harus minta maaf pada org2 yg menyakitiku. Haaach...! Walau sampai hr ini hal itu sgt jarang ku observasi karena emosionalku statis, tak dpt d hitung dgn ilmu geometri manapun.
Gerimis pg itu...
Rongga dadaku trsumbat sejuta ksedihan, trsekat permohonan pada Yg Kuasa, tak mampu aku ekspose kata ht ku, apa lg menangs. Ku rasa gelap d antra panasnya permukaan kota Kediri. Keadaan ayah menurun drastis. Nafasnya berat, dan ia tak sanggup brkata2 lagi seperti hari kmarin. Tak sanggup aku menatap matanya yg kosong, dan terberat bgiku menerima bila ia tak mengenali aku lg. Rasanya ingin ku usir dgn tegas Malaikat yg telah brdiri d samping ayahku, namun aku sdar, ini kehendak Tuhan. Ku peluk ayah, kurasakan detakan jantungnya memburu, dan tangisanku kian menjadi. Berat bgiku...! Aku msh butuh kehadiran sesosok ayah, aku msh ingin dia ada. Aku menangis...
Samar samar ku dgr ia brkata, entah apa. Terdengar parau, dalam dan lirih, trbenam d antara nafasnya yg sulit.
"ojo nangis nduk... Bapak ora menyang ngendi2..." tangisku menjadi... Btapa perih hatiku terasa...
...singkat waktu smua berakhir. Sejuta harap, cita, cinta dan keinginan hilang terbang brsama angin surga. Seakan separuh jiwaku mengantar kepergian ayah. Ensteinku pergi, Sahabat terbaikku tak ada lg, tinggallah setitik cahaya temaram, berpijar sendiri tak mampu menyinari lg...
Jiwaku hanya sebongkah batu, penuh garis2 retak, menunggu trkikis, hancur, dan hilang. Semangatku hanya seperti pinisium kering d tengah rawa keruh. Menunggu rapuh, patah dan tumbang....! Jangankan juara pertama seni lukis dan seni suara tingkat provinsi, atau juara kelas seperti kemarin lg, naik kelas adalah anugrah terindah bgiku.
Serasa SLTP NEGRI 1 tak butuh murid seperti aku. Saat ku terima rapor biru, seakan ku memandang ukiran batik solo di tiap lembarnya, tinta merah karena sering nya membolos sudah bukan menakutkan, tapi sungguh mengagumkan. Aaaaaach! Masa lalu! Tp di balik itu, aku msh blum putus asa! Aku belum patah msk hidupku cukup parah...
(halaman baru: "rainbow never gone")
10 tahun kenangan dramatis itu tergulung masa, dan aku mash berusaha. Tak hilang oleh murka, tetap ada sebagai mana aku ada. Bukan sebagai pramugari maskapai, atau seniwati seperti cita2 hati, tp aku cukup bangga menjadi diri sendiri. Dan aku tak akan pernah menyerah lagi. Trimakasih ayah, aku bangga menjadi anakmu....

By: ўєllд .д. ўцяiлdд яділвош

Tidak ada komentar:

Posting Komentar